Tidak terasa, hampir 50 Tahun berjalan Pemasyarakatan terlahir untuk membina para pelanggar hukum dan berkompeten dalam hal penegakan hukum. Konferensi Lembang 27 April 1964 merupakan saksi bisu tonggak lahirnya Sistem Pemasyarakatan, dimana saat
itu gagasan Dr. Sahadjo yang dilambangkan dengan “Pohon Beringin Pengayoman”
digunakan sebagai hari lahirnya Pemasyarakatan
menggantikan sistem kepenjaraan dengan perubahan di segala aspeknya. Langkah konkret pertama dari perubahan
tersebut adalah tersusunnya sepuluh prinsip-prinsip Pemasyarakatan yang
kemudian menjadi jiwa dari Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
Sebelumnya, Sistem Kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan. Sistem ini menganut azas Penjeraan terhadap Narapidana yang telah melanggar hukum, dan sangat tidak menghormati kemerdekaan seseorang tersebut. Disebut pula bahwa sistem Kepenjaraan adalah sebagai pembalasan dendam masyarakat, serta pemberian derita bagi para Narapidana.
Oleh karena pemikiran seperti demikian kurang memberikan arti dan fungsi Pemidanaan yang sesungguhnya, maka dicetuskanlah Sistem Pemasyarakatan. Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga BinaanPemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.